1.
DEFINISI
Xeroftalmia adalah kelainan mata akibat kekurang vitamin
A. Sebelum terdeteksi menderita xeropthalmia, biasanya penderita akan mengalami
buta senja. Gejala xeropthalmia terlihat pada kekeringan pada selaput lendir
(konjungtiva) dan selaput bening (kornea) mata. Kekeringan berlarut-larut
menyebabkan konjungtiva menebal, berlipat-lipat, dan berkerut. Selanjutnya pada
konjungtiva akan tampak bercak putih seperti busa sabun (bercak Bitot).
Selanjutnya, kornea akan melunak dan terjadi luka (tukak kornea). Jika kornea
telah putih atau bola mata mengempis terjadi kebutaan permanen yang tak bisa
dipulihkan lagi.
2.
ETIOLOGI
Faktor yang menjadi
penyebab tingginya kasus Xeroftalmia di Indonesia adalah:
a.
Konsumsi makanan yang tidak mengandung cukup vitamin A atau
pro-vitamin A untuk jangka waktu yang lama.
b.
Bayi
tidak diberikan ASI Eksklusif
c.
Menu
tidak seimbang (kurang mengandung lemak, protein, seng/Zn atau zat gizi
lainnya) yang diperlukan untuk penyerapan vitamin A dan penggunaan vitamin A
dalam tubuh
d.
Adanya
gangguan penyerapan vitamin A atau pro-vitamin A seperti pada penyakit-penyakit
antara lain penyakit pancreas, diare kronik, KEP dan lain-lain sehingga
kebutuhan vitamin A meningkat.
e.
Adanya
kerusakan hati, seperti pada kwashiorkor dan hepatitis kronik, menyebabkan
gangguan pembentukan RBP (Retinol Binding Protein) dan pre-albumin yang penting
untuk penyerapan vitamin A.
f.
Tingginya
angka infeksi pada anak (gastroenteritis/diare)
3.
PATOFISIOLOGI
Terjadinya defisiensi
vitamin A berkaitan dengan berbagai faktor dalam hubungan yang komplek seperti
halnya dengan masalah KKP. Makanan yang rendah dalam vitamin A biasanya juga
rendah dalam protein, lemak dan hubungannya antar hal-hal ini merupakan faktor
penting dalam terjadinya defisiensi vitamin A.
Vitamin A merupakan “body
regulators” dan berhubungan erat dengan proses-proses metabolisme. Secara umum
fungsi tersebut dapat dibagi dua (i) Yang berhubungan dengan penglihatan dan
(ii) Yang tidak berhubungan dengan penglihatan. Fungsi yang berhubungan dengan
penglihatan dijelaskan melalui mekanisme Rods yang ada di retina yang sensitif
terhadap cahaya dengan intensitas yang rendah, sedang Cones untuk cahaya dengan
intensitas yang tinggi dan untuk menangkap cahaya berwarna. Pigment yang
sensitif terhadap cahaya dari Rods disebut sebagai Rhodopsin, yang merupakan
kombinasi dari Retinal dan protein opsin.
Ada dua macam sel
reseptor pada retina, yaitu sel kerucut (sel konus) dan sel batang (sel
basilus). Sel konus berisi pigmen lembayung dan sel batang berisi pigmen ungu.
Kedua macam pigmen akan terurai bila terkena sinar, terutama pigmen ungu yang
terdapat pada sel batang. Oleh karena itu, pigmen pada sel basilus berfungsi
untuk situasi kurang terang, sedangkan pigmen dari sel konus berfungsi lebih
pada suasana terang yaitu untuk membedakan warna, makin ke tengah maka jumlah
sel batang makin berkurang sehingga di daerah bintik kuning hanya ada sel konus
saja.
Pigmen ungu yang terdapat
pada sel basilus disebut rodopsin, yaitu suatu senyawa protein dan vitamin A.
Apabila terkena sinar, misalnya sinar matahari, maka rodopsin akan terurai menjadi
protein dan vitamin A. Pembentukan kembali pigmen terjadi dalam keadaan gelap.
Untuk pembentukan kembali memerlukan waktu yang disebut adaptasi gelap (disebut
juga adaptasi rodopsin). Pada waktu adaptasi, mata sulit untuk melihat. Pigmen
lembayung dari sel konus merupakan senyawa iodopsin yang merupakan gabungan
antara retinin dan opsin. Ada tiga macam sel konus, yaitu sel yang peka
terhadap warna merah, hijau, dan biru. Dengan ketiga macam sel konus tersebut
mata dapat menangkap spektrum warna. Kerusakan salah satu sel konus akan
menyebabkan buta warna.
Perubahan dari rhodopsin
ke retinene terjadi pada proses penglihatan: Disini mungkin rhodopsin hanya
salah satu dari struktur protein yang akan menjadi stabil setelah dikombinasi
dengan vitamin A.
Efek lain dari vitamin A
pada penglihatan yang berpengaruh secara tidak langsung ialah pada epitel
kornea dan konjungtiva. Pada keadaan defisiensi, epitel menjadi kering dan
terjadi keratinisasi seperti tampak pada gambaran Xerophthalmia.
Xeroftalmia merupakan mata
kering yang terjadi pada selaput lendir (konjungtiva) dan kornea (selaput
bening) mata. Xeroftalmia yang tidak segera diobati dapat menyebabkan kebutaan.
Xeroftalmia terjadi akibat kurangnya konsumsi vitamin A pada bayi, anak-anak,
ibu hamil, dan menyusui.
Patogenesis xeroftalmia terjadi
secara bertahap;
1.
Buta senja (XN)
Disebut juga rabun senja. Fungsi
fotoreseptor menurun. Tidak terjadi kelainan pada mata (mata terlihat normal),
namun penglihatan menjadi menurun saat senja tiba, atau tidak dapat melihat di
dalam lingkungan yang kurang cahaya. Untuk mengetahui keadaan ini, penderita
sering membentur atau menabrak benda yang berada di depannya. Jika penderita
adalah anak yang belum dapat berjalan, agak susah mendeteksinya. Biasanya anak
akan diam memojok dan tidak melihat benda di depannya. Dengan pemberian kapsul
vitamin A maka pengelihatan akan dapat membaik selama 2 hingga 4 hari. Namun
jika dibiarkan, maka akan berkembang ke tahap selanjutnya.
2.
Xerosis konjungtiva (X1A)
Selaput lendir atau
bagian putih bola mata tampak kering, keriput, dan berpigmentasi pada permukaan
sehingga terlihat kasar dan kusam. Mata akan tampak kering atau berubah menjadi
kecoklatan.
3.
Xerosis konjungtiva dan bercak bitot
(X1B)
X1B merupakan tanda-tanda
X1A ditambah dengan bercak seperti busa sabun atau keju, terutama di daerah
celah mata sisi luar. Mata penderita umumnya tampak bersisik atau timbul busa.
Dalam keadaan berat, tampak kekeringan meliputi seluruh permukaan konjungtiva
(bagian putih mata), konjungtiva tampak menebal, berlipat-lipat, dan berkerut.
Dengan pemberian vitamin A yang baik dan pengobatan yang benar, bercak akan
membaik selama 2 hingga 3 hari, dan kelainan mata akan menghilang dalam waktu 2
minggu.
4.
Xerosis kornea (X2)
Kekeringan pada
konjungtiva berlanjut hingga kornea (bagian hitam mata) sehingga tampak kering
dan suram, serta permukaan kornea tampak kasar. Umumnya terjadi pada anak yang
bergizi buruk, menderita penyakit campak, ISPA, diare, dan sebagainya.
Pemberian vitamin A yang benar akan membuat kornea membaik setelah 2 hingga 5
hari, dan kelainan mata akan sembuh selama 2 hingga 3 minggu.
5.
Keratomalasia dan ulserasi kornea
(X3A/ X3B)
Kornea melunak seperti
bubur dan terjadi ulkus kornea atau perlukaan. Tahap X3A bila kelainan mengenai
kurang dari 1/3 permukaan kornea. Tahap X3B bila kelainan mengenai sama atau
lebih dari 1/3 permukaan kornea. Keadaan umum penderita sangatlah buruk. Pada
tahap ini dapat terjadi perforasi kornea (pecahnya kornea). Bila penderita
telah ditemukan pada tahap ini maka akan terjadi kebutaan yang tidak dapat
disembuhkan.
6.
Xeroftalmia Scars (XS)
Disebut juga jaringan
kornea. Kornea mata tampak memutih atau bola mata tampak mengempis. Jika
penderita ditemukan pada tahap ini, maka kebutaan tidak dapat disembuhkan.
Pemenuhan kebutuhan vitamin
A sangat penting untuk pemeliharaan keberlangsungan hidup secara normal.
Kebutuhan tubuh akan vitamin A untuk orang indonesia telah dibahas dan
ditetapkan dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (1998) dengan
mempertimbangkan faktor-faktor khas dari keadaan tubuh orang Indonesia
4.
MANIFESTASI
KLINIS
Gejala klinis KVA pada mata akan timbul
bila tubuh mengalami KVA yang telah berlangsung lama. Gejala
tersebut akan lebih cepat timbul bila anak menderita penyakit campak, diare, ISPA dan penyakit infeksi lainnya.
Tanda-tanda dan
gejala klinis KVA pada mata menurut klasifikasi WHO/USAID UNICEF/HKI/ IVACG,
1996 sebagai berikut :
XN : buta senja
(hemeralopia, nyctalopia)
XIA : xerosis
konjungtiva
XIB : xerosis
konjungtiva disertai bercak bitot
X2 : xerosis
kornea
X3A : keratomalasia
atau ulserasi kornea kurang dari 1/3 permukaan kornea.
X3B : keratomalasia
atau ulserasi sama atau lebih dari 1/3 permukaan kornea
XS : jaringan
parut kornea (sikatriks/scar)
XF : fundus
xeroftalmia, dengan gambaran seperti ÒcendolÓ.
XN, XIA, XIB, X2 biasanya
dapat sembuh kembali normal dengan pengobatan yang baik. Pada stadium X2 merupakan
keadaan gawat darurat yang harus segera diobati karena dalam beberapa hari bias
berubah menjadi X3.
X3A dan X3B bila
diobati dapat sembuh tetapi dengan meninggalkan cacat yang bahkan dapat
menyebabkan kebutaan total bila lesi (kelainan) pada kornea cukup luas sehingga
menutupi seluruh kornea (optic zone cornea).
a. Buta senja =
Rabun Senja = Rabun Ayam= XN
Tanda-tanda :
·
Buta senja terjadi akibat gangguan pada sel batang retina.
·
Pada keadaan ringan, sel batang retina sulit beradaptasi di ruang
yang remang-remang setelah lama berada di cahaya terang
·
Penglihatan menurun pada senja hari, dimana penderita tak dapat
melihat di lingkungan yang kurang cahaya, sehingga disebut buta senja.
Untuk mendeteksi
apakah anak menderita buta senja dengan cara :
a) Bila anak
sudah dapat berjalan, anak tersebut akan membentur/ menabrak benda didepannya, karena tidak dapat melihat.
b) Bila anak
belum dapat berjalan, agak sulit untuk mengatakan anak tersebut buta senja.
Dalam keadaan ini biasanya anak diam memojok bila di dudukkan ditempat kurang
cahaya karena tidak dapat melihat benda atau makanan didepannya.
b.
Xerosis konjungtiva = XIA
Tanda-tanda :
·
Selaput lendir bola mata tampak kurang mengkilat atau terlihat
sedikit kering, berkeriput, dan berpigmentasi dengan permukaan kasar dan kusam.
·
Orang tua sering mengeluh mata anak tampak kering atau berubah
warna kecoklatan.
c.
Xerosis konjungtiva dan bercak bitot = X1B.
Tanda-tanda :
·
Tanda-tanda xerosis kojungtiva (X1A) ditambah bercak bitot yaitu
bercak putih seperti busa sabun atau keju terutama di daerah celah mata sisi
luar.
·
Bercak ini merupakan penumpukan keratin dan sel epitel yang
merupakan tanda khas pada penderita xeroftalmia, sehingga dipakai sebagai
kriteria penentuan prevalensi kurang vitamin A dalam masyarakat.
Dalam keadaan
berat :
·
Tampak kekeringan meliputi seluruh permukaan konjungtiva.
·
Konjungtiva tampak menebal, berlipat-lipat dan berkerut.
·
Orang tua mengeluh mata anaknya tampak bersisik
d. Xerosis
kornea = X2
Tanda-tanda :
·
Kekeringan pada konjungtiva berlanjut sampai kornea.
·
Kornea tampak suram dan kering dengan permukaan tampak kasar.
·
Keadaan umum anak biasanya buruk (gizi buruk dan menderita,
penyakit infeksi dan sistemik lain)
e.
Keratomalasia dan ulcus kornea = X3A, X3B
Tanda-tanda :
·
Kornea melunak seperti bubur dan dapat terjadi ulkus.
·
Tahap X3A : bila kelainan mengenai kurang dari 1/3 permukaan
kornea.
·
Tahap X3B : Bila kelainan mengenai semua atau lebih dari 1/3
permukaan kornea.
·
Keadaan umum penderita sangat buruk.
·
Pada tahap ini dapat terjadi perforasi kornea (kornea pecah)
Keratomalasia dan tukak kornea dapat berakhir dengan
perforasi dan prolaps jaringan isi bola mata dan membentuk cacat tetap yang
dapat menyebabkan kebutaan. Keadaan umum yang cepat memburuk dapat
mengakibatkan keratomalasia dan ulkus kornea tanpa harus melalui tahap-tahap
awal xeroftalmia.
f.
Xeroftalmia scar (XS) = sikatriks (jaringan parut)
kornea
Kornea mata tampak menjadi putih atau bola mata
tampak mengecil. Bila luka pada kornea telah sembuh akan meninggalkan bekas
berupa sikatrik atau jaringan parut.
Penderita menjadi buta yang sudah tidak dapat
disembuhkan walaupun dengan operasi cangkok kornea.
g. Xeroftalmia Fundus (XF)
Dengan opthalmoscope pada fundus tampak gambar
seperti cendol
5.
FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI XEROFTALMIA
a.
Faktor Sosial budaya dan lingkungan dan pelayanan
kesehatan
a)
Ketersediaan
pangan sumber vitamin A
b)
Pola
makan dan cara makan
c)
Adanya
paceklik atau rawan pangan
d)
Adanya
tabu atau pantangan terhadap makanan tertentu terutama yang merupakan sumber
Vit A.
e)
Cakupan
imunisasi, angka kesakitan dan angka kematian karena penyakit campak dan diare
f)
Sarana
pelayanan kesehatan yang sulit dijangkau
g)
Kurang
tersedianya air bersih dan sanitasi lingkungan yang kurang sehat
h)
Keadaan
darurat antara lain bencana alam, perang dan kerusuhan
b.
Faktor Keluarga
a.
Pendidikan
Pendidikan orang tua yang rendah akan berisiko lebih
tinggi kemungkinan anaknya menderita KVA karena pendidikan yang rendah biasanya
disertai dengan keadaan sosial ekonomi dan pengetahuan gizi yang kurang.
b.
Penghasilan
Penghasilan keluarga yang rendah akan lebih berisiko
mengalami KVA Walaupun demikian besarnya penghasilan keluarga tidak menjamin
anaknya tidak mengalami KVA, karena harus diimbangi dengan pengetahuan gizi
yang cukup sehingga dapat memberikan makanan kaya vitamin A.
c.
Jumlah
anak dalam keluarga
Semakin banyak anak semakin kurang perhatian orang
tua dalam mengasuh anaknya.
d. Pola asuh
anak.
Kurangnya perhatian keluarga terhadap
pertumbuhan dan perkembangan anak seperti pasangan suami istri (pasutri) yang
bekerja dan perceraian.
c.
Faktor individu
a)
Anak dengan Berat Badan Lahir Rendah (BB < 2,5 kg).
b)
Anak yang tidak mendapat ASI Eksklusif dan tidak diberi ASI sampai
usia 2 tahun.
c)
Anak yang tidak mendapat MP-ASI yang cukup baik kualitas maupun
kuantitas
d)
Anak kurang gizi atau dibawah garis merah (BGM) dalam KMS.
e)
Anak yang menderita penyakit infeksi (campak, diare, Tuberkulosis
(TBC), Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), pneumonia dan kecacingan.
f)
Frekuensi kunjungan ke posyandu, puskesmas/pelayanan kesehatan
(untuk mendapatkan kapsul vitamin A dan imunisasi).
6.
PENATALAKSANAAN
a.
Pencegahan
Xeroftalmia
Prinsip dasar untuk mencegah xeroftalmia adalah
memenuhi kebutuhan vitamin A yang cukup untuk tubuh serta mencegah penyakit
infeksi terutama diare dan campak. Selain itu perlu memperhatikan kesehatan
secara umum.
Berikut beberapa langkah untuk mencegah
Xeroftalmia:
1.
Mengenal
tanda-tanda kelainan secara dini
2.
Bagi
yang memiliki bayi dan anak disarankan untuk mengkonsumsi vitamin A dosis
tinggi secara periodik, yang didapatkan umumnya pada Posyandu terdekat.
3.
Segera
mengobati penyakit penyebab atau penyerta
4.
Meningkatkan
status gizi, mengobati gizi buruk
5.
Memberikan
ASI Eksklusif
6.
Ibu
nifas mengkonsumsi vitamin A (<30 hari) 200.000 SI
7.
Melakukan
Imunisasi dasar pada setiap bayi
b.
Pengobatan
a.
Pengobatan
xeroftalmia adalah sebagai berikut;
b.
Berikan 200.000 IU Vitamin A secara
oral atau 100.000 IU Vitamin A injeksi.
Hari berikutnya, berikan 200.000 IU Vitamin A secara oral
Hari berikutnya, berikan 200.000 IU Vitamin A secara oral
c.
1 – 2 minggu berikutnya, berikan
200.000 IU Vitamin A secara oral
d.
Obati penyakit infeksi yang
menyertai
e.
Obati kelainan mata, bila terjadi
f.
Perbaiki status gizi
7.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
v Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mendukung diagnose
kekurangan vitamin A, bila secara klinis tidak ditemukan tanda-tanda khas KVA,
namun hasil pemeriksaan lain menunjukkan bahwa anak tersebut risiko tinggi
untuk menderita KVA.
v Peneriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan serum retinol. Bila
ditemukan serum retinol < 20 ug/dl, berarti anak tersebut menderita KVA sub
klinis.
v Pemeriksaan laboratorium lain dapat dilakukan untuk mengetahui
penyakit lain yang dapat memperparah seperti pada :
· pemeriksaan darah malaria
· pemeriksaan darah lengkap
· pemeriksaan fungsi hati
· pemeriksaan radiologi untuk mengetahui apakah ada pneumonia atau
TBC
· pemeriksaan tinja untuk mengetahui apakah ada infeksi cacing serta
· pemeriksaan darah yang diperlukan untuk diagnosa penyakit
penyerta.
v Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan di Puskesmas, Rumah
Sakit/Labkesda atau BKMM, sesuai dengan ketersediaan sarana laboratorium.
ASUHAN KEPERAWATAN: XEROFTALMIA
1.
PENGKAJIAN
a.
Biodata
Pasien
a)
Identitas
Pasien
·
Nama anak
·
Umur anak
·
Jenis kelamin
·
Jumlah anak dalam keluarga
·
Jumlah anak balita dalam keluarga
·
Anak ke berapa
·
Berat Lahir : Normal/BBLR
Umur
pasien bisa menunjukkan tahap perkembangan pasien baik secara fisik maupun
psikologis biasanya xeropthalmia akan menyerang pada kelompok umur bayi usia 6
– 11 bulan dan balita pada usia 1 – 5 tahun
Jenis
kelamin dan pekerjaan perlu dikaji untuk mengetahui hubungan dan pengaruhnya
terhadap terjadinya masalah/penyakit, Tingkat pendidikan dapat berpengaruh
terhadap pengetahuan klien tentang masalahnya/penyakitnya, biasnya tingkat
pengetahuan yang rendah akan mempengaruhi resiko terjadinya penyakit.
Biasanya
xeropthalmia terjadi pada daerah pengungsian dan derah yang kurang kandungan
vitamin A nya biasnya daerah yang kekeringan.
b)
Identitas Penanggung Jawab
·
Nama ayah/ibu
·
Alamat/tempat tinggal
·
Pendidikan
·
Pekerjaan
·
Status Perkawinan
b.
Keluhan
Pasien
a)
Keluhan Utama
Pasien akan mengeluh biasanya penglihatn rabun atau Ibu mengeluh anaknya tidak bisa melihat pada sore hari (buta
senja) atau ada kelainan pada matanya. Kadang-kadang keluhan utama tidak
berhubungan dengan kelainan pada mata seperti demam.
b)
Keluhan Tambahan
· Tanyakan keluhan lain pada mata tersebut dan kapan terjadinya?
· Upaya apa yang telah dilakukan untuk pengobatannya ?
c.
Riwayat penyakit yang diderita
sebelumnya
·
Apakah pernah
menderita Campak dalam waktu < 3 bulan ?
·
Apakah anak
sering menderita diare dan atau ISPA ?
·
Apakah anak
pernah menderita Pneumonia ?
·
Apakah anak
pernah menderita infeksi cacingan ?
·
Apakah anak
pernah menderita Tuberkulosis ?
d.
Riwayat
kesehatan keluarga
Keluarga ada yang menderita penyakit yang sama
atau penyakit yang lainnya.
e. Riwayat imunisasi
Anak usia pre sekolah sudah harus mendapat
imunisasi lengkap antara lain: BCG, POLIO I,II, III; DPT I, II, III; dan
campak.
f.
Riwayat pola makan anak
·
Apakah anak
mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan?
·
Apakah anak
mendapatkan MP-ASI setelah umur 6 bulan ?
·
Bagaimana cara
memberikan makan kepada anak : Sendiri / Disuapi.
g.
Aktivitas/istirahat
Gejala: perubahan
aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan khususnya pada
senja hari.
h. Neurosensori
Gejala: gangguan
penglihatan (kabur/tidak jelas) khuisusnya pada sore hari, kesulitan
memfokuskan kerja dengan dekat, perubahan respons biasanya terhadap rangsangan.
Tanda: kekeringan
pada konjungtiva bulbi
Bagian mata putih timbul bercak seperti
buih sabun, kering, kusam, tegang dan keriput.
Bagian mata hitam menjadi kering, kusam,
keruh, keriput, dan timbul bercak yang mengganggu penglihatan.
i.
Nyeri/kenyamanan
Gejala:
ketidaknyamanan ringan/mata kering, sakit kepala
j.
Integritas Ego
Gejala: peningkatan kepekatan atau
kegelisahan
Tanda: cemas, marah, depresi
Ketidakmampuan untuk berkonsentrasi
dalam membuat keputusan, ketakuta dan ragu-ragu.
k.
Interaksi sosial
Gejala: perasaan isolasi/penolakan
Perasaan kesepian
Ketidakamanan dalam situasi sosial
Menggambarkan kurang hubungan yang berarti
Tanda:
keinginan terhadap kontak lebih banyak dengan orang lain
Kontak
mata buruk
l.
Pemeriksaan diagnostic
a.
Tes adaptasi
gelap
b.
Kadar vitamin A
darah (kadar <200 mg/200 ml menunjukkan kurang intake.
2.
PENGELOMPOKAN DATA
A.
Data Objektif
· Kekeringan pada konjungtiva bulbi
· Bagian mata putih tinbul bercak seperti buih sabun, kering, kusam,
tegang dan keriput
· Bagian mata hitam menjadi kering, kusam, keruh, keriput dan timbul
bercak yang mrngganggu pengelihatan
· Peningkatan kepekatanatau kegelisahan
· Isolasi dan penolakan
· Ketidak inginan terhadap kontak lebih banyak dengan orang lain
· Kontak mata buruk
B.
Data subjektif
· Keluhanperubahan pengelihatan pada senja hari
· Perubahan respon biasanya terhadap rangsangan
· Tidak bisa memfokuskan kerja dengan dekat
· Ridal suka mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah
· Ketik nyamanan ringan/mata kering
· Cemas,marah, defresi, ketakutan dan ragu-ragu
· Perasaan kesepian
· Ketidak amanan dal;am situasi sosial
3.
ANALISA DATA
Data
|
Penyebab
|
Masalah
|
DS:
-perubahan respon biasanya terhadap rangsang
DS:
-menurunnya ketajaman/gangguan pengelihatan
|
Defisiensi
vit.A
Kekeringan pada
retina
Influs yang
masuk tidak dapat ditangkap dengazn baik oleh retina dan di teruskan ke saraf
optic
Gangguan adaptasi gelap
|
Ganggguan sensori-persepsi penglihatan
|
DS:
-mata
hitam menjadi kering, kusam, keriput dan timbul brcak yang mengganggu
penglihatan
DO:
-keluhan
perubahan
penglihatan pada senja hari
|
Devisit vit.A
Perubahan
penglihatan pada senja hari
|
Resiko tinggi terhadap cedera
|
DS:
-ketakutan
-ragi-ragu
DO:
-menyatakan
masalah tentang perubahan hidup
|
Devisit vit.A
Imflus yang masuk tidak dapat di tangkap dengan baik oleh retina
dan diteruskan ke saraf optic
Perubahan penglihatan pada senja hari
Ancaman kehidupan
|
Ansietas
|
4.
DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
a) Gangguan
sensori-persepsi penglihatan
Berhubungan dengan:
- gangguan penerimaan sensori/status organ
indra
- lingkungan secara terapeutik dibatasi
Ditandai dengan:
- menurunnya ketajaman,gangguan penglihatan
- perubahan respons biasanya terhadap rangsang
Plaining
Tujuan:sensori-perseptual:penglihatan
tidak mengalami perubahan dengan criteria:
- meningkatnya ketajaman penglihatan dalam
batas situasi individu
- mengenal gangguan sensori dan berkompensasi
terhadap perubahan
- mengidentifikasi/memperbaiki potensial
bahaya dalm linkungan.
Intervensi atau tindakan:
1. Kaji
ketajaman penglihatan
Rasional: untuk mengetahui
ketajaman penglihatan klien dan member penglihatan menurut ukuran yang baku.
2. Dorong
menegkspresikan perasaan tentang kehilangan atau kemungkinan kehilangan
penglihatan.
Rasional : sementara
intervensi dini mencegah kebutaan, psien menghadapi kemungkinan kehilangan
penglihatan sebagian atau total.meskipun kehilangan penglihatan telah terjadi
tidak dapat diperbaiki meskipun dengan pengobatan kehilangan lanjut dapt
dicegah.
3. Lakukan
tindakan untuk membantu klien menangani keterbatasan penglihatan.
Contoh: kurangi kekacauan,
atur perabot, perbaiki sinar yang suram dan masalah penglihatan malam.
Rasional: menurunkan bahaya
keamanan sehubungan dengan perubahan lapang pandang atau kehilangan penglihatan
dan akomodasi pupil terhadap sinar lingkungan.
4. Kolaborasi
a. Test
adaptasi gelap
Rasional : untuik mengetahui
adanya kelainan atau abnormalitas dari fungsi penglihatan klien.
b. Pemeriksaan
kadar vitamin A dalam darah.
Rasional: untuk mengetahui
keadaan defisiensi keadaan vitamin A dalama darah sebagai pemicu terjadinya
penyakit xeroftalmia.
c. Pemberian
obat sesuai indikasi :
· Pemberian
vitamin A dalam dosis terapeutik yaitu vitamin A oral 50.000 – 75.000 IU/kg BB
tidak lebih dari 400.000 -500.000 IU.
Rasional : pemberian vitamin
A dosis terapeutok dapat mengatasi gangguan penglihatan tahap dini. Dengan
memlberikan dosis vitamin secara teratur dapat mengembalikan perubahan penglihatan
pada mata.
· Pengobatan
kelaina pada mata
o stadium
I : tanpa pengobatan
o stadium
II : berikan AB
o stadium
III : berikan sulfa atropine 0,5% ,tetes mata pada anak atau SA 4% pada orang
dewasa.
Rasional:
mengembalikan ke fungsi penglihatan yang baik dan mencegah terjadinyakomplikasi
lebih lanjut.
b) Resiko
tinggi terhadap cedera berhubungan dengan keterbatasan penglihatan ditandai
dengan:
- mata hitam menjadi kering, kusam, keruh, keriput, dan timbul
bercak yang mengganggu penglihatan.
- keluhan PA penglihatan pada senja hari
Planning
Tujuan:
cedera tidak terjadi
Dengan
criteria:
·
klien dapat
mengidentifikasi potensial bahaya dalam lingkungan.
Intervensi/tindakan
1.
Orientasi
klien dengan lingkungan sekitarnya
Rasional:
meningkatkan pengenalan terhadap lingkungannya.
2.
Anjurkan
keluarga untuk tidak memberikan mainan kepada klien yang yang mudah pecah
seperti kaca dan benda-benda tajam.
Rasional:
menghindari pecahnya alat mainan yang dapat mencedera klien atas benda tajam
yang dapat melukai klien.
3.
Arahkan
semua alat mainan yang dibutuhkan klien pada tempat yang sentral dari pandangan
klien.
Rational:
memfakuskan lapang pandang dan menghindari cedera.
c) Ansietas
berhubungan dengan:
· Factor
fisiologis
· Perubahan
status kesehatan: kemungkinan/kenyataan
· Kehilangan
penglihatan
Planning
Tujuan: klien akan
mengungkapkan bahwa kecemasan sudah berkurang/hilang
Dengan criteria:
-
Tampak
rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat diatasi
-
Menunjukkan
keterampilan pemecahan masalah
-
Menggunakan
sumber secara efektif
Intervensi/Tindakan
1. Kaji
tingkat ansietas, timbulnya gejala tiba-tiba dan pengetahuan kondisi saat ini.
Rasional:
factor ini mempengaruhi persepsi pasien terhadap ancaman diri, potensial siklus
ansietas dan dapat mempengaruhi upaya medic untuk mengontrol terapi yang
diberikan.
2.
Berikan informaasi yang
akurat dan jujur. Diskusikan kemungkinan bahwa pengawasan dan pengobatan dapat
mencegah kehilangan penglihatan tambahan
Rasional:
menurunkan ansietas sehubungan dengan ketidaktahuan/harapan yang akan dating
dan berikan dasar fakta untuk membuat pilihan informasi tentang pengobatan.
3.
Dorong pasien untuk mengakui
masalah dan mengekspresikan perasaan.
Rasional:
memberikan kesempatan untuk pasien menerima situasi nyata, mengkelarifikasi
salah konsepsi dan pemecahan masalah.
4.
Identifikasi sumber/orang
yang menolong.
Rasional:
meberikan keyakinan bahwa pasien tidak sendiri dalam menghadapi masalah.
5.
IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan
sesuai dengan intervensi.
6.
EVALUASI
a.
Ketajaman penglihatan klien dalam batas normal.
b. Klien dapat mengenal gangguan sensori dan
berkompensasi terhadap perubahan.
c.
Klien dapat memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.
d. Klien dapat menyatakan pemahaman factor yang
terlibat dalam kemungkinan cedera.
e.
Klien dapat Menyatakan pemahaman kondisi atau proses penyakit dan
pengobatan.
DAFTAR
PUSTAKA
Hasan,R.2005. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Universitas Indonesia.
Hidayat, Aziz Alimul A. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta
: Salemba Medika.
Ranuh, I.G.N,Dkk. 2001. Buku Imunisasi Di Indonesia. Jakarta: Satgas Imunisasi Ikatan
Dokter Anak Indonesia.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil
NOC. Jakarta : EGC.
Staf pengajar ilmu kesehatan anak fakultas
kedokteran UI. 1985. Buku Kuliah Ilmu
Kesehatan Anak. Jakarta: Infomedika
Great post. I was checking constantly this blog and I am inspired!
ReplyDeleteVery helpful information specifically the ultimate part
I maintain such info much. I used to
be looking for this certain info for a very lengthy time.
Thank you and best of luck